Bila Narasi terbangun

“Abi, Rabb kita baik banget ya Bi, Ia yang ngasih kita kemudahan, terus Dia juga yang kasih kita taufik buat ibadah, terus Dia pula yang kasih kita pahala. Bahkan pahalanya ia lipat gandakan lagi klo kita jujur.” Mulut mungil itu celetuk tiba tiba.

“Gimana caranya kita bilang makasih bi?” Pertanyaan si kecil membuat pria tersebut tersenyum.

“Itulah Rabb kita anakku، ia Al Kariim, Sang maha mulia. Tapi tau gak klo semua kemudahan itu Allah gak kasih ke semua orang. Liat aja, pas azan semuanya dengar, tapi yang jalan buat menuhin panggilan Allah hanya orang yang Allah mudahkan. Ahlus sunnah itu nak, yakin bahwa ada campur tangan Allah di sebelum amalan terjadi, yang kemudian menjadi manath taklif seorang manusia. Dan juga ketika beramal, dan yang terakhir inilah yang dinamakan taufik nak. Yakni ketika Allah mudahkan hambanya untuk berbuat ketaatan setelah Allah beri ia izin untuk menjadi mukallaf atas ketaatan tersebut. Sedangkan org yang Allah gak beri Taufik, Allah akan biarin orang ini bersandar pada kemampuan diri dia sendiri, sehingga ia dengan segala kemampuannya merasa bisa buat ngerjaiin ketaatan, tapi ternyata, tidak”

Si kecil mengernyitkan dahinya, kebingungan.

“Hahaha, gini gini anak Abi. Kalau kita tahu bahwa kemudahan itu datangnya dari Allah, terus kita bisa berbuat taat itu juga karena Allah, maka anak abi ndak boleh sombong klo abis buat baik. Ndak boleh. Ngeliat orang lain dengan pandangan yg jelek. Tapi doakan mereka.

Terus cara kita bilang makasih adalah dengan memaksimalkan kemudahan Allah itu untuk terus berbuat baik.

Gitu nak” jelas si lelaki sambil mengelus kepala buah hatinya.

“Terus yang panjang panjang abi bilang tadi apa bi?” Si kecil masih penasaran.

“Oooh, itu bagaimana kita sebagai Ahlus sunnah harus bersikap terkait takdir nak. Insyaallah nanti kita baca bareng ya. Ada khulasah mu’taqod ahlus sunnah fi taqdir dan juga Al mu’tabar, keduanya tulisan syekh Ibrahim Ar ruhaili. Terus juga ada Syifaul Alil nya imam Ibnul qoyyim” jelas si ayah.

“Apa lagi tu bi?” Sang anak makin penasaran.

“Wkwkwk, insyallah nanti, sekarang ayok lanjutkan hafalannya, surat al qadr kan sekarang?…”

Si kecil kembali ke mushafnya, melafalkan ayat ayat surat Al qadr.

Sedang si ayah, berlirih dalam hatinya;

“Waffaqakallah nak. Semoga Allah beri engkau taufik.”

Tinggalkan komentar